Senin, 10 Mei 2010

Jembatan Selat Sunda

Jembatan Selat Sunda

Sudah banyak beredar kabar tentang akan dibangunnya jembatan yang menghubungkan Jawa dan Sumatera melintasi selat Sunda (lihat peta berikut).




Bagi yang belum tahu tentang kabar tersebut, dipersilahkan menengok halaman-halaman web berikut :

Pembangunan Jembatan Selat Sunda Tunggu Kelayakan
(Berita Antara, 20 Oktober 2007) Jembatan yang Satukan Jawa-Sumatera
(Kompas, 19 Oktober 2007) Jembatan Selat Sunda Terganjal Masalah Alur Laut
(Tempo Interaktif, 29 Sept. 2007) Infrastruktur – Jembatan Selat Sunda Dibutuhkan
(Kompas, 24 Maret 2007) Selat Sunda Segera Dihubungkan Jembatan
(Kompas, 8 Juni 2005) Dua Provinsi Akan Bangun Jembatan Selat Sunda
(Tempo Interaktif, 7 Juni 2005) Kita tidak tahu, itu berita latah sebagai sarana untuk menggembosi permasalahan kemacetan transportasi di sekitar pelabuhan Merak-Bakahune yang selalu memuncak menjelang bulan Ramadhan, atau memang benar-benar akan direalisasikan. Kalau hanya sekedar memberi harapan (agar berkesan tidak tinggal diam terhadap masalah tersebut), wah gawat itu. Mimpi tinggal mimpi.

Ok. Kita harus selalu berpikir positip. Siapa tahu dari mimpi-mimpi tersebut akan bermunculan ide-ide sedemikian sehingga bangsa ini sepakat untuk mewujudkan jembatan tersebut. Juga kita perlu mendukung senior kita, Prof. Wiratman Wangsadinata dan juga Dr. Jodi Firmansyah yang telah berihtiar menanggapi mimpi tersebut dengan mengajukan usulan-usulan jembatan untuk dipertimbangkan dan dikaji, siapa tahu dapat menjadi realita.

Meskipun cukup banyak berita beredar di internet, tetapi detail perwujudan jembatan yang dimaksud tidak gampang dicari. Kebetulan mas Robby Permata mempunyai data artikel teknik tentang hal tersebut yaitu makalah Prof. Wiratman Wangsadinata (1997) dan Dr.Ir. Jodi Firmansyah (2003), yang kebetulan kesemuanya adalah engineer-engineer alumni ITB .

Yah untuk bidang struktur, teman-teman kita di ITB cukup menonjol, moga-moga teman di perguruan tinggi yang lain terpacu dan tidak kalah. Memang harus ada yang berani memulai.

Dari dua usulan yang ada, menarik untuk dibahas karena biaya keduanya berbeda sangat besar. Prof. Wiratman memperkirakan perlu biaya sekitar US$ 7 Billion (atau Rp 16.7 Trilliun, waktu itu tahun 1997 sebelum krisis atau sekarang sekitar Rp 60 – 70 Trilliun). Sedangkan Dr. Jodi memperkirakan Rp. 30 Trilliun tahun 2003. Beda khan !

Kenapa itu terjadi ?

Sebagai engineer, tentu kita tertarik untuk mengetahui latar belakangnya.

Prof. Wiratman Wangsadinata mencoba mendekati berdasarkan kaca mata inovator, mencari penyelesaian yang orisinil, sesuatu yang baru. Beliau beranjak dari state of the art perkembangan terbaru jembatan bentang panjang di dunia ini, bahkan ide beliau bisa menjadikan jembatan selat Sunda ini masuk dalam golongan jembatan terpanjang yang ada di dunia.

Catatan : dalam makalahnya tahun 1997 beliau membandingkan usulan jembatannya dengan jembatan Messina di Itali yang waktu itu memang sedang dalam tahap desain. Kenyataannya, jembatan Messini telah dibatalkan pelaksanaannya pada tahun 2006. Jadi jika jembatan kita jadi dilaksanakan maka akan jadi jembatan bentang terpanjang pertama di dunia.
Untuk berani mengusulkan sesuatu dari sisi seperti itu, rasanya tidak mudah. Mungkin bisa aja sembarang orang menelorkan ide hebat, tapi apakah orang lain kemudian percaya. Wah tidak mudah itu. Ya, tapi itu bagi orang biasa, bagi yang ‘tidak biasa’ alias istimewa seperti halnya Prof. Wiratman maka hal tersebut wajar-wajar saja. Reputasi beliau rasanya tidak terbantahkan. Seperti apa ? Itu yang perlu kita ulas nanti.

Dr. Jodi Firmansyah mencoba mendekati berdasarkan kaca mata praktisi, yang umum, yang biasa dikerjakan berdasarkan pengalaman lapangan.

Apakah ini yang disebut membumi ?

Saya kira itu wajar-wajar saja, beliau cukup banyak pengalaman mengenai pelaksanaan jembatan panjang. Nama beliau saya dengar pertama kali disebutkan oleh kontraktor L&M Indonesia, yaitu sekitar tahun 1996-1997 dimana waktu itu saya banyak terlibat dengan kontraktor tersebut saat membangun silo-silo pabrik semen Kujang di Citeureup, di utara pabrik Semen Tigaroda. Sekarang kedua merk semen tersebut sudah hilang dan menjadi merk asing. Jika pada tahun tersebut saja sudah dikenal oleh praktisi jembatan, maka tentunya saat ini sudah sangat banyak yang beliau tangani. Untuk detailnya saya kira mas Robby bisa menjelaskan.

Pak Jodi mencoba meyakinkan, bahwa masalah dalam pembangunan tersebut adalah pelaksanaan pilar jembatan pada laut dalam, dan hal tersebut teknologinya sudah ada. Sisi lain beliau menekankan bahwa sebaiknya pelaksanaan jembatan selat Sunda memakai teknologi yang sudah dikuasai oleh bangsa ini, khususnya yang berkaitan dengan bentang jembatan yang memang beliau sudah sering kerjakan. Wah cinta negeri nih.

Oleh karena itu, jembatan yang diusulkan Dr. Jodi terdiri dari beberapa bentang jembatan yang relatif lebih pendek dibanding usulan Prof . Wiratman. Jadi bentangnya sendiri tidak menjadi suatu permasalahan karena sudah pernah dilaksanakan sebelumnya (berpengalaman) , tetapi itu semua memerlukan pembangunan pilar-pilar jembatan di atas laut dalam. Ini masalahnya !.

Tapi apa benar kita sudah menguasai teknologi yang dimaksud, karena jelas lokasi dan kondisi jembatan yang akan dibangun di atas selat Sunda adalah istimewa dari sisi engineering. Tidak hanya dari segi bentang atau panjang jembatan yang akan dibangun, tetapi dalam hal ini beberapa aspek utama yang perlu diperhatikan :

merupakan wilayah gempa yang cukup ngegirisi di Indonesia angin yang kencang, pertemuan laut terbuka (samudera Hindia) dan laut tertutup (laut Jawa) arus laut yang kencang karena merupakan tempat lalu lintas kapal maka tentu diperlukan ketinggian jembatan yang cukup istimewa Daerah sekitar Selat Sunda dari sudut geologi merupakan daerah yang labil. Salah satu kunci untuk memahami proses deformasi kerak bumi yang terjadi dilokasi ini adalah dengan cara mengamati dan mempelajari mekanisme sesar Sumatera, khususnya pada segmen sesar Semangko. Adanya gunung Krakatau di Selat Sunda juga erat hubungannya
dengan sesar ini. Sesar Sumatera ini memanjang dari Aceh sampai ke Selat Sunda.

Untuk mengetahui ngegirisi atau tidaknya lokasi tersebut terhadap resiko gempa, maka ada baiknya untuk mengintip terlebih dahulu catatan gempa yang pernah terjadi sejak tahun 1897 – 2001.


Peta Gempa berdasarkan Magnitude Gempa (Jodi 2003)

Berdasarkan data tersebut, gempa terbesar di daerah Selat Sunda yang pernah terjadi di sekitar lokasi proyek tidak melebihi Mw = 7 dengan kedalaman menengah.

Kecuali magnitude maka dapat dilihat juga kedalaman sumber gempa yang terjadi. Seperti diketahui bahwa meskipun secara horizontal dekat tetapi kalau sumber gempa jauh didasar bumi maka pengaruhnya relatif kecil.



Peta Gempa Berdasarkan Kedalaman Gempa (Jodi 2003)

Strategi yang diusulkan Prof. Wiratman
Berkaitan dengan hal tersebut, prof Wiratman mencoba mendekati dari sisi teknologi yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi gempa dan angin, yang merupakan dua faktor paling dominan yang perlu mendapat perhatian dari yang lain-lain.

Mengenai letusan gunung Anak Krakatau tidak disinggung terlalu detail, tetapi dalam makalah pak Jodi disebutkan bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang signifikan karena untuk mendapatkan letusan dahyat, seperti ratusan tahun yang lalu, maka diperlukan periode ulang yang lama sekali (ratusan tahun juga). Jadi pengaruhnya saat ini hanya pada gempa vulkanik saja, dan itu sudah dicover dalam penjelasan prof. Wiratman.

Untuk mengatasi gempa maka strategi prof Wiratman cukup menarik, sepeti diketahui besarnya gaya gempa pada suatu struktur dipengaruhi oleh dua hal yaitu massa dan kekakuan struktur. Semakin kecil massa bangunan dan semakin lentur suatu struktur maka gaya gempa yang diterima struktur tersebut akan semakin kecil. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kekakuan dan massa yang relatif kecil maka digunakan sistem jembatan gantung dari baja. Jembatan gantung diusahakan mempunyai bentang yang panjang, semakin panjang maka kekakuan struktur semakin kecil.

Bagi orang awam mungkin penjelasan di atas agak membingungkan, tetapi hal tersebut memang sudah terbukti yaitu sewaktu di California terlanda gempa Northridge sekitar tahun 1994 waktu itu banyak jembatan bentang pendek dari beton prategang ambrol sedangkan jembatan Golden Gate di San Fransisco tidak terpengaruh sama sekali.

Untuk gempa ok, tetapi perlu diingat bahwa efek angin adalah kebalikannya dari gempa. Jadi semakin lentur dan massanya kecil maka pengaruh angin semakin besar. Berkaitan dengan hal tersebut Prof. Wiratman menyandarkan pada teknologi jembatan gantung terkini yang disebutkan sebagai teknologi generasi ketiga.

Sebelum menjelaskan mengenai teknologi jembatan gantung maka ada baiknya membahas terlebih dahulu sejarah jembatan gantung.

Ternyata, bertambahnya bentang suatu jembatan gantung itu ditentukan oleh teknologi dibelakangnya. Seperti diketahui material tarik struktur yang pertama kali adalah besi, sehingga mula-mula sekali jembatan gantung batang tariknya memakai material besi yang berupa rantai (iron chain) . Adanya teknologi yang mendukung maka dimulai pembuatan jembatan bentang panjang , itu dimulai di Inggris seperti terlihat pada jembatan Bristol berikut.



Jembatan gantung di Bristol, England
Selanjutnya dengan berkembangnya material tarik berupa galvanized steel strand 1770 MPa yang berat satuannya 0.076 MN/M3 maka jembatan bentang lebih panjang mulai, yaitu dengan dibangunnya jembatan gantung sungai Menai di UK tahun 1826 dengan bentang 177 m .



Jembatan gantung di sungai Menai di United Kingdom

Sejak itu dimulailah era jembatan bentang panjang, tahun 1883 dibangun Jembatan Brooklyn 486 m di USA, kemudian tahun 1937 Jembatan Golden Gate di San Fransiso USA.

Jadi intinya bahwa suatu jembatan bentang besar dapat dibangun jika teknologi pendukungnya memungkinkan.

Berdasarkan teknologi jembatan gantung maka perkembangannya dapat disarikan dalam tiga generasi, yaitu :

**Teknologi Generasi Pertama**
Generasi pertama merupakan jembatan gantung konvensional dan klasik dengan bentang beberapa ratus meter. Beban yang dominan adalah gravitasi, sedangkan beban angin tidak signifikan. Kekakuan geometrik kabel tidak terlalu besar sehinga perlu deck jembatan yang cukup berat dan kaku yang umumnya berupa stiffening truss girder. Jembatan yang dimaksud adalah jembatan Golden Gate (1937) bentang 1280 m, yang memerlukan deck ketinggian 7.6 m.



Golden Gate Bridge L=1280 m di San Fransico

Juga jembatan Verrazano Narrow Bridge (1964) di kota New-Yourk, dengan bentang 1298 m, dan mempunyai ketinggian deck 7.3 m.



Verrazano Narrow Bridge (1964) L=1298 m, New York

Perilaku seismik pada jembatan karena pilon dan deck-nya kaku cukup terpengaruh, jembatan akan mengalami gaya gempa yang cukup besar.

Menggunakan konsep teknologi seperti itu jika bentang ditingkatkan akan kesulitan karena berat sendiri deck semakin besar sedangkan sumbangannya terhadap kekakuan secara keseluruhan tidak signifikan. Ketinggian deck agar kekakuannya cukup besar menyebabkan gaya drag angin bertambah sehingga tidak bisa lagi diatasi oleh kekakuan deck itu sendiri, tetapi harus dibantu oleh hanger, yang selanjutnya ke kabel dan akhirnya berujung ke ujung pilon. Semuanya itu menambah dimensi hanger, kabel utama dan pilon berarti jembatan semakin besar.

Bertambah besarnya pengaruh angin akan meningkatkan pula fenomena buffeting, vortex shedding dan flutter. Konfigurasi deck yang terdiri dari stiffening truss girder tidak dapat menghasilkan kekakuan torsi yang mencukupi oleh karena itu sensitif terhadap terjadinya flutter artinya tidak tahan terhadap suatu kecepatan angin tertentu (atau terbatas).

Vortex shedding adalah fenomena yang menyebabkan gerakan pada arah tegak lurus arah angin. Jika kecepatan angin kritis dari struktur terlampaui maka dapat timbul resonansi.



Fenomena Vortex shedding

Flutter adalah vibrasi yang timbul dengan sendirinya akibat adanya permukaan yang melengkung akibat beban aerodinamis. Akibat permukaan yang melengkung, beban aerodinamis berkurang, sehingga permukaan kembali ke bentuk semula. Karena permukaan kembali kebentuk semula maka jika masih ada angin akan timbul gaya aerodinamis yang mengakibatkan melengkung kembali. Kondisi tersebut berulang-ulang sebagai suatu vibrasi.

Oleh karena itulah mengapa generasi jembatan gantung yang pertama tidak pernah mencapai bentang lebih dari 2000 m. Batas itu ditunjukkan dengan keberadaan jembatan Akashi Kaikyo (1998) dengan bentang 1991 m dengan tinggi stiffening truss girder mencapai 14 m.



Akashi Kaikyo Bridge (1998) L=1991 m Japan

**Teknologi Generasi Kedua**
Untuk mendapatkan bentang yang panjang dan sekaligus ekonomis dalam pemakaian material, maka jelaslah bahwa jembatan harus didesain mengacu hal-hal berikut :

beban mati harus seminimum mungkin yaitu dengan menerapkan konfigurasi deck yang ringan. pengaruh angin dalam bentuk drag (gaya angkat/apung), buffeting dan vortex shedding harus dibikin seminimum mungkin dengan mengadopsi bentuk yang aerodinamis dan mengabaikan ketinggian atau pengaku rangka girder yang berat. sensitivitas terhadap flutter harud dibikin seminimum juga dengan mengenalkan konfiguras deck yang bersama-sama dengan konfigurasi geometri kabel memberikan efek pengkaku torsi. Sebagai jawabannya maka konsep jembatan generasi ke-2 diperkenalkan memakai deck single closed-box yang terdiri dari baja panel pengaku. Berat sendiri deck cukup kecil dan memberikan penampang yang aerodinamis, juga memberikan tahanan drag yang kecil, juga buffeting dan vortex shedding. Penampang box tertutup bersama-sama dengan konfigurasi kabel memberikan kekakuan torsi yang baik sehingga menghasilkan sensitivitas rendah terhadap bahaya flutter, artinya tahanan kritis pada kecepatan angin yang cukup tinggi.

Perilaku gempa pada generasi ke-2 pada deck nggak terlalu tinggi karena relatif flesibel dan hanya berpengaruh pada pilon yang relatif kaku.

Jembatan yang termasuk generasi ke-2 adalah jembatan Severn Birdge (1966) dengan bentang 988 m dan ketebalan deck 3.05 m dan Humber Bridge (1981) dengan betang 1410 m dengan ketinggian deck 3.82 m.

Untuk mendapatkan bentang yang lebih panjang, maka penampang box perlu lebih tinggi untuk mendapatkan cukup kekakuan dan hal tersebut bertentangang dengan prinsip pengurangan berat sendiri dan pengaruh angin. Hal tersebut yang menyebabkan bentang jembatan kesulitan mencapai bentang lebih dari 2000 m. Jembatan Great Belt-Eastern Bridge (1988) dengan bentang 1624 m dan ketinggian deck 4.35 m mewakili generasi kedua jembatan gantung yang mendekati batas bentang yang memungkinkan dilaksanakan.



Great Belt Eastern Bridge (1988) L=1624 m Denmark

**Teknologi Generasi Ketiga**
Untuk mendapatkan bentang jembatan > 2000 m maka perlu dikembangkan sistem baru dalam perencanaan jembatan. Jika yang sebelumnya adalah teknologi generasi ke-2 maka perlu dikembangkan konsep perencanaan generasi ke-3. Berat sendiri dipertahankan tetap ringan memakai sistem box rendah. Untuk menghasilkan kekakuan torsi yang tinggi maka beberapa box dijajarkan. Setiap box tunggal mempunyai perilaku aerodinamis yang cukup baik sehingga masalah drag, buffeting dan vortex shedding dapat diminimalis. Kekakuaan torsi yang mencukupi juga menghasilkan sensivitas rendah terhadap flutter sehingga mempunyai ketahanan terhadap kecepatan angin yang cukup tinggi.

Karena bentang jembatan yang sangat panjang maka pilon jembatan juga semakin tinggi dan langsing, yaitu untuk mempertahankan bentang kabel. Karena pilon yang langsing juga deck yang lentur maka beban gempa yang diserap kecil, bahkan menurut Prof. Wiratman karena kelenturan pilon maka efeknya seperti base-isolation untuk mencegah perambatan getaran gempa dengan demikian pada saat gempa, deck akan tetap stabil.

Sebagai pembanding jembatan generasi ke tiga adalah jembatan selat Messina di Itali yang memang pada saat ide ini dilontarkan (1997) sedang dalam tahap perencanaan.

Karena jembatan Messina di tahun 2006 dibatalkan dilaksanakan maka sampai saat ini belum ada jembatan generasi ke-3 yang dibangun.

Sedangkan jembatan bentang terpanjang saat ini adalah jembatan Akshi Kaikyo (1991 m), jembatan gantung dengan teknologi generasi pertama.



Penampang deck jembatan gantung
(a) Akashi Kaikyo Bridge (1998), first generation bridges
(b) Great Belt-East Bridge (1988), second generation bridges
(c) Messina Strait Bridge (?), third generation bridges

Perkembangan Jembatan Bentang Panjang di Indonesia

1996 Membramo (235 m) 1st generation
1997 Barito (240 m) 1st generation
1998 Mahakam II (270 m) 1st generation
1998 Batam-Tonton (350 m) 2nd generation cable-stayed
(?) Bali Strait 2100 m 3rd generation
(?) Sunda Strait > 3000 m 3rd generation

Usulan Prof. Wiratman W. (1997)
Alignment jembatan ditentukan sedemikian sebagai hasil feasibility study untuk mendapat harga yang paling ekonomis antara bentang dan kedalaman pondasi jembatan.

Tahun 1992 Prof. Wiratman menyelidiki tiga alternatif bentang jembatan dan menemukan bahwa kombinasi dua jembatan gantung (generasi ketiga) dengan bentang tengah 3500 m memberikan biaya yang paling ekonomis. Alignment yang dimaksud adalah

- P. Jawa – P. Ular : viaduct 3 km
- P. Ular – P. Sangiang : 7.8 km jembatan gantung
- P. Sangiang : 5 km jalan dan rel kereta api
- P. Sangiang – P. Prajurit : 7.6 km jembatan gantung
- P. Prajurit : 1 km jalan dan rel kereta api
- P. Prajurit – P. Sumatera : viadut 3 km





Tampak Samping Jembatan Gantung Selat Sunda (Wiratman 1997)

Setelah beberapa waktu berlalu, banyak orang yang mempelajari usulan prof. Wiratman dan akhirnya dalam suatu seminar di tahun 2003 ada usulan baru sbb.

Usulan Dr. Jodi Firmansyah (2003)
Dr. Jodi memberi alternatif jembatan selat Sunda yang sedikit berbeda, relatif konservatif berdasarkan jembatan yang pernah dibangun di Indonesia dan yang menarik adalah harganya yang sangat murah.

Seperti biasa, di Indonesia kalau ada barang murah, wah pasti heboh. Apalagi di discount.

Tapi mempelajari makalahnya ada catatan penting. Bahwa itu semua dapat dilaksanakan jika pelaksanaan pilon di atas laut dalam dan yang mempunyai arus deras dapat dilaksanakan.

Padahal dari pengalaman sebelumnya, di dunia ini belum ada yang pernah membangun pilar dengan kedalaman yang kira-kira sama untuk jembatan selat Sunda ini. Dalam asumsi ini, manusia (engineer) dapat melakukan sedikit improvement terhadap teknologi konstruksi laut dalam yang ada. Lha disinilah yang perlu diperhatikan. Apakah harga yang ditawarkan (yang lebih murah tersebut) dapat meng-cover ketidak-pastian biaya konstruksi laut dalam tersebut.

Kemampuan pelaksanaan di atas laut dalam dan berarus kencang, merupakan titik kelemahan usulan Dr. Jodi. Itu juga masih tergantung pihak asing, dalam hal ini menurut pak Jody memberi contoh pihak asing yang dianggap mampu yaitu engineer Jepang, yang berhasil membangun jembatan Akashi Kaikyo (1999 m) dan yang sampai sekarang memegang rekor jembatan terpanjang di dunia. Tapi ingat, itupun kedalamannya lebih kecil dibanding yang untuk selat Sunda.

Usulan jembatan dilihat dari sisi Sumatera hingga ke Pulau Sangiang diusulkan menggunakan 3 tipe jembatan, yaitu jembatan Balance Cantilever dengan bentang utama sepanjang 180 m dan kedalaman sea bed sekitar –30 m. (disebut segmen I)



Segmen I

Selanjutnya adalah segmen II yaitu terdiri dari jembatan Cancang (Cable Stayed) dengan bentang utama 750 m dan kedalaman sea bed sekitar –40 m, jembatan Gantung (Suspension) dengan bentang utama 2500 m dan kedalaman sea bed sekitar –80 m.



Segmen II

Selanjutnya adalah segmen III, yaitu dari Pulau Sangiang ke Pulau Jawa diusulkan dua buah jembatan Cancang dengan bentang utama 700 m dan kedalaman sea bed sekitar –40 m, jembatan Gantung dengan bentang utama 2500 m dan kedalaman sea bed sekitar –80 m.



Segmen III

Yang terakhir setelah jembatan gantung maka masih diperlukan sekitar 25 buah jembatan Balance Cantilever dengan bentang utama 180 m dan kedalaman sea bed sekitar –40 s.d. –10 m.



Segmen IV

Yah, ternyata setelah melihat kedua usulan sistem jembatan di atas. Ternyata kedua-duanya masih mengandung ketidak-pastian karena ada hal-hal yang baru.

Untuk jembatannya Prof. Wiratman, maka masalah utamanya adalah di struktur atas, yang akan menjadi bentang jembatan terpanjang di dunia, sedangkan untuk Dr. Jodi masalah utamanya adalah konstruksi struktur bawah, pondasi pilon di atas laut dalam berarus kuat yang belum pernah ada sebelumnya untuk kedalaman yang diperlukan.

Sedangkan seperti kita ketahui secara umum bahwa masalah bawah (tanah) masalah ketidak-pastiannya adalah lebih tinggi dari masalah struktur atas.

Jadi ?

Baiklah, memang masalah desain dan pelaksanaan jembatan bentang panjang merupakan salah satu masalah yang state of the art di dunia rekayasa teknik sipil. Tidak setiap engineer (apalagi orang biasa) yang mengerti masalah khusus apa saja yang perlu menjadi pertimbangan dan harus dicari solusinya.

Meskipun hanya buku, tapi di Amazon harganya sampai $382.50 (3.4 juta rupiah). Mahal sekali ya ! Padahal hanya 471 halaman, coba bandingkan dengan buku karyaku terbaru yang hampir 600 halaman, harganya cuma 82.5 rb doang. Ya, meskipun demikian syukurlah kalau perpustakaan pusat UPH di Lippo Karawaci mempunyainya satu.

Bagi yang nggak sempat membaca, ini saya ada beberapa jurnal berkaitan dengan pengaruh angin pada jembatan bentang panjang kiriman dari mas Robby Permata (trim ya), sebagai berikut:

Frederick R. Rutz and Kevin L. Rens. (2007).”Wind Loads for 19th Century Bridges: Design Evolution, Historic Failures, and Modern Preservation“, Journal of Performance of Constructed Facilities, ASCE, V 21/ 2, April 1, 2007 (down-load PDF 758 kb)
Toshio Miyata .(2003). “Historical view of long-span bridge aerodynamics“, Journal of Wind Engineering and Industrial Aerodynamics, Elsevier, 91 (2003) 1393–1410 (down-load PDF 614 kb)
Tony Fitzpatrick et. al. (2001). “Linking London: The Millenium Bridge”, Royal Academy of Engineering (down-load PDF 799 kb)

<<<< up-dated Sept. 2009 >>>>
Dari statistik dapat diketahui bahwa artikel ini masih saja menjadi rujukan meskipun ini sudah ditulis lama yaitu sekitar tahun 2007 yang lalu, bagaimanapun juga artikelku diatas masih relevan untuk membahas tentang jembatan tersebut. Dalam perkembangannya, ada beberapa dijumpai juga artikel-artikel lain yang berkaitan dengan jembatan selat sunda. Oleh karena itu ada baiknya saya kumpulkan link-nya untuk melengkapi tulisan saya di atas.

Jembatan Selat Sunda bakal Terpanjang di Dunia
Kompas, Senin, 19 Mei 2008 | 11:09 WIB
Tahun Depan, Pembangunan Jembatan Selat Sunda Dimulai
Kompas, Senin, 19 Mei 2008 | 11:44 WIB
Rp 100 Triliun Dibutuhkan untuk Bangun Jembatan Selat Sunda
Kompas, Jumat, 14 Agustus 2009 | 02:21 WIB
Menkeu Belum Bisa Pastikan Jembatan Selat Sunda
Kompas, Jumat, 14 Agustus 2009 | 15:31 WIB
INFRASTRUKTUR – Terowongan di Selat Sunda Jadi Salah Satu Opsi
Kompas, Selasa, 18 Agustus 2009 | 09:24 WIB
KEGEMPAAN – Selat Sunda dan Jembatan
Kompas, Sabtu, 12 September 2009 | 03:44 WIB

sumber: http://wiryanto.wordpress.com/2007/11/01/jembatan-selat-sunda/

hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan jenis pondasi

hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan jenis pondasi

Dalam pemilihan bentuk dan jenis pondasi yang memadai perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pekerjaan pondasi tersebut.

Ini disebabkan tidak semua jenis pondasi dapat dilaksanakan di semua tempat. Misalnya pemilihan jenis pondasi tiang pancang di tempat padat penduduk tentu tidak tepat walaupun secara teknis cocok dan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan jenis pondasi adalah:

1. Keadaan tanah yang akan dipasang pondasi.

2. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure).

3. Faktor Lingkungan

4. Waktu pekerjaan

5. Biaya

6. Ketersediaan material pembuatan pondasi di daerah tersebut.

Pemilihan bentuk pondasi yang didasarkan pada daya dukung tanah, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bila tanah keras terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter di bawah permukaan tanah, maka pondasi yang dipilih sebaiknya jenis pondasi dangkal (pondasi jalur atau pondasi tapak) dan pondasi strouspile.

2. Bila tanah keras terletak pada kedalaman hingga 10 meter atau lebih di bawah permukaan tanah maka jenis pondasi yang biasanya dipakai adalah pondasi tiang minipile dan pondasi sumuran atau borpile.

3. Bila tanah keras terletak pada kedalaman hingga 20 meter atau lebih di bawah permukaan tanah maka jenis pondasi yang biasanya dipakai adalah pondasi tiang pancang atau pondasi borpile.

Jembatan Gantung Akashi-Kaikyo

Jembatan Gantung Akashi-Kaikyo

Jembatan Akashi-Kaikyō (明石海峡大橋; Akashi Kaikyō Ō-hashi) adalah jembatan gantung (suspension bridge) di atas selat Akashi yang menghubungkan Maiko di kota Kobe dengan kota Awaji di pulau Awaji, Jepang. Jembatan tol Akashi-Kaikyo terlihat indah di waktu malam dengan gemerlap lampu-lampu beraneka warna, sehingga jembatan ini juga dikenal dengan nama Pearl Bridge (jembatan mutiara). Jembatan ini panjangnya 1990 meter dan merupakan jembatan gantung terpanjang di dunia.



Sebelum Jembatan Akashi-Kaikyō dibangun, kapal feri merupakan satu-satunya sarana transportasi yang dipakai untuk menyeberangi derasnya selat Akashi. Di tahun 1955, terjadi tabrakan akibat cuaca buruk di Laut Pedalaman Seto antara 2 kapal feri dengan korban 168 tewas yang sebagian besar anak-anak sekolah yang sedang studi wisata. Kemarahan masyarakat mendorong pemerintah Jepang untuk mulai merancang jembatan-jembatan yang menghubungkan pulau-pulau di Laut Pedalaman Seto, termasuk di antaranya jembatan gantung di atas selat Akashi. Pada mulanya, Jembatan Akashi-Kaikyō dirancang untuk dilewati kendaraan bermotor dan kereta api, tapi pada saat proyek pembangunan diumumkan pada bulan April 1986 ternyata jembatan hanya untuk dilewati kendaraan bermotor saja (semuanya ada 6 jalur). Pembangunan fisik dimulai tahun 1988 dan jembatan dibuka untuk umum pada tanggal 5 April 1998.

Konstruksi

Jembatan terdiri dari 3 rentangan dengan panjang keseluruhan 3.911 meter. Panjang rentangan utama yang ada di tengah-tengah 1991 meter, sedangkan panjang 2 rentangan yang menuju ke darat, masing-masing 960 meter. Panjang rentangan utama melar 1 meter akibat Gempa bumi besar Hanshin 17 Januari 1995, padahal sewaktu dibangun panjangnya cuma 1990 meter. Menara jembatan tempat kabel-kabel diikat, tingginya 300 meter di atas permukaan laut.



Jembatan dirancang agar bisa bertahan dari gempa bumi hingga 8,5 skala Richter, derasnya arus laut di Selat Akashi, serta tiupan angin kencang hingga kecepatan angin maksimum 286 km/jam.



Total biaya pembangunan diperkirakan 5 miliar dolar AS yang diharapkan bisa kembali modal dengan memberlakukan tarif tol yang mahal.



Tujuan wisata

Jembatan Akashi-Kaikyō mempunyai 2 buah taman untuk tujuan wisata yang letaknya berseberangan, satu di sisi Maiko dan satu lagi di sisi pulau Awaji.

Museum mengenai jembatan Akashi-Kaikyō terdapat di taman yang terletak di sisi Maiko. Wisatawan dapat naik ke atas jembatan untuk menyaksikan pemandangan laut selat Akashi. Taman Maiko (bahasa Jepang:舞子公園, Maiko kō-en)dapat dicapai dengan kereta JR dan kereta Sanyo Dentetsu.



Iluminasi

Serangkaian lampu dari tabung sinar katoda berwarna dasar merah, hijau, biru menghiasi kabel-kabel utama yang menahan jembatan Akashi-Kaikyō. Desainer iluminasi bernama Ishii Motoko merancang warna-warni lampu pada kabel utama jembatan agar berubah-ubah sesuai jam, hari, dan musim. Warna lampu-lampu di hari biasa: hijau di musim semi, biru di musim panas, merah di musim gugur, dan kuning di musim dingin. Warna-warni pelangi ditampilkan satu jam sekali sebagai penunjuk waktu, sedangkan setiap setengah jam sekali ditampilkan warna-warni batu mulia. Gemerlapnya lampu-lampu jembatan dapat dinikmati sampai jam 12 tengah malam. Sekali setahun untuk memperingati Gempa Bumi Hanshin, setiap tanggal 17 Januari jembatan Akashi-Kaikyō hanya menampilkan lampu-lampu berwarna putih tanda berduka.

Kelebihan dan Kekurangan Material (Bahan Bangunan)

Kelebihan dan Kekurangan Material (Bahan Bangunan)

BETON

Kelebihan :

a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.

b. Mampu memikul beban yang berat.

c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi

d. Biaya perawatan yang rendah.

e. Tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi alam.



Kekurangan :

a. Bentuk yang telah dibuat sulit untuk diubah.

b. Lemah terhadap Kuat tarik.

c. Mempunyai bobot yang Berat.

d. Daya pantul suara yang besar

e. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.





BAJA

Kelebihan :

-Kuat tarik tinggi.

-Tidak dimakan rayap

-Hampir tidak memiliki perbedaan nilai muai dan susut

-Bisa di daur ulang

-Dibanding Stainless Steel lebih murah

-Dibanding beton lebih lentur dan lebih ringan

-Dibanding alumunium lebih kuat



Kekurangan :

-Bisa berkarat.

-Lemah terhadap gaya tekan.

-Tidak fleksibel seperti kayu yang dapat dipotong dan dibentuk berbagai profile





KAYU

Kelebihan :

-Bahan Alami yang dapat diperbaharui

-Kuat tarik yang tinggi

-Dapat dibuat dengan berbagai macam desain dan warna.

-Memberi efek hangat.

-Bahan penyekat yang baik pada perubahan suhu di luar rumah.

-Dapat meredam suara.



Kekurangan :

-Mudah menyerap air.

-Mudah mengalami kembang-susut

-Kurang tahan terhadap pengaruh cuaca.

-Rentan terhadap rayap.





ALUMINIUM

Kelebihan :

-Mempunyai bobot yang ringan.

-Kuat tarik tinggi.

-Minim perawatan.

-Tahan terhadap karat.



Kekurangan :

-Mudah tergores.

-Lemah terhadap benturan.

-Kurang fleksibel dalam hal desain.





BAMBU

Kelebihan :

-Bahan Alami yang dapat diperbaharui

-Sangat cepat pertumbuhannya (hanya perlu 3 s/d 5 tahun sudah siap tebang)

-Pada berat jenis yang sama, Kuat tarik bambu lebih tinggi dibandingkan kuat tarik baja mutu sedang.

-Ringan.

-Bahan konstruksi yang murah.



Kekurangan :

-Rentan terhadap rayap.

-Jarak ruas dan diameter yang tidak sama dari ujung sampai pangkalnya.

Pilih Baja atau Beton ?

Pilih Baja atau Beton ?

Pada awal peradaban manusia, bahan bangunan berasal dari material alam asli tanpa melalui proses pengolahan yang berarti. Dimana bahan alam seperti kayu, dedaunan, tanah, dan batu digunakan langsung sebagai bahan utama pembuatan bangunan. Seiring dengan kemajuan teknologi dalam pengolahan material, saat ini diseluruh belahan dunia sangat banyak dijumpai gedung-gedung tinggi pencakar langit, sangat tinggi bagaikan akan melawan hukum alam gravitasi bahkan masing-masing negara berlomba-lomba membangun gedung yang paling tinggi untuk membuktikan kemajuan, kecerdasan prestise dan kekayaannya.


Kenapa semua itu memungkinkan? Jawabannya karena adanya kemajuan teknologi bahan. Semua tidak terlepas dari teknologi bahan yang semakin maju sehingga dimungkinkan dilakukannya rekayasa dan manipulasi material yang berasal langsung dari alam untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal.

Material hasil rekayasa manusia yang paling populer sebagai bahan bangunan (untuk saat ni) adalah baja dan beton. Kedua material ini meropakan komponen utama dari bangunan-bangunan di dunia apalagi untuk bangunan tinggi.

Diantara kedua material tersebut mana yang lebih baik untuk bahan bagunan?, sebuah pertanyaan yang tidak bisa diberikan jawaban secara mutlak, kedua jenis material tersebut memiliki keunggulan baik dilihat sifat-sifat atau karakternya, sisi ekonomi sampai pada pertimbangan aspek lingkungannya.

KEAMANAN
Beton :

Material beton merupakan material yang aman jika dikaitkan dengan bahaya benturan/ impak, api dan angin. Hal ini berkaian dengan karakternya yang berat dan kaku, tanpa diperlukan suatu perlakukan khusus, beton bahkan mempunyai ketahanan terhadap temperatur yang sangat tinggi tanpa kehilangan kemampuan integritas strukturnya (Alfred G. Gerosa, president, of Concrete Alliance Inc., New York City.).

Selain itu, bangunan beton bertulang memiliki ketahanan yang cukup tinggi terhadap bahaya angin, sebuah gedung yang dibangun dengan beton bertulang yang dicor ditempat (cast in place) mampu menahan angin dengan kecepatan 200 mil /jam.

Dengan design yang baik, beton juga dapat memenuhi kriteria yang diharapkan untuk keperluan ketahanan terhadap beban gempa misalnya untuk memenuhi faktor kekakuan dan daktilitas. Maka dapat dikatakan bahwa berkaitan dengan bahaya gempa, faktor design lebih menentukan daripada faktor materialnya, disinilah peran seorang structural engineer dalam merekayasa perilaku struktur terhadap beban

Baja :

Laporan Standard Nasional dan Teknologi Amerika menyalahkan faktor kurangnya integritas struktur material baja pada runtuhnya gedung WTC, dimana para ahli mengakui bahwa pada suhu yang tinggi, bahan baja menjadi lembek dan meleleh sehingga kemampuan daya dukugnya menjadi berkurang sangat signifikan. Sebenarnya dengan perlakuan khusus misalnya perlindungan baja dengan memberikan material tahan api, kemampuan baja menahan panas bisa ditingkatkan.

Opini mengenai bahan baja ini tidak boleh didasarkan hanya pada peristiwa runtuhnya gedung WTC, banyak penelitian yang membuktikan bahwa material baja tesebut bisa memberikan ketahanan yang cukup tinggi terhadap bahaya api dan ledakan. Kondisi-kondisi yang lebih tahan dan kaku bisa saja dibuat dengan bahan baja misalnya struktur rangka penahan yang sangat kuat tetapi karena pertimbangan ekonomi, dipilihlah kondisi yang paling optimal sesuai dengan kebutuhannya. Seorang perencana dalam hal ini structural engineer akan mempertimbangkan berbagai variabel untuk dipilih sesuai dengan kondisi struktur yang akan dibuat.

Keunggulan baja berkaitan dengan beban gempa, angin dan beban2 dinamis lainnya didapat dari sifat materialnya yang sangat daktail (tidak getas), dimana baja mampu berdeformasi (melengkung) dengan besar tanpa langsung runtuh, sehingga mampu menyerap energi dinamis dengan sangat baik.

HARGA
Beton :

Menurut Ed Alsamsam, (PCA’s manager of buildings and special structures) Secara umum, harga material beton di dunia adalah relatif stabil, dimana fluktuasi harga material penyusun beton tidak terlalu besar, bahkan fluktuasi harga baja tulangan untuk beton pun tidak terlalu berpengaruh pada harga beton bertulang secara signifikan. Terutama untuk skala proyek yang besar dan dalam jangka waktu panjang, prediksi rugi laba suatu kontrak proyek lebih mudah diprediksi.

Perusahaan asuransi juga lebih diuntungkan mengingat faktor keamanan dan integritas struktur beton lebih terjamin, dilaporkan juga bahwa sebuah kontraktor /developer struktur bangunan beton betulang bisa berhemat biaya asuransi sebesar 25% pertahun.

Baja :

Berita-berita didunia banyak menyoroti peningkatan harga baja, di Amerika dari November 2003 baja mengalami peningkatan mencapai 50%. Tetapi secara nasional dilaporkan bahwa peningkatan harga baja tidak bisa dituding sebagai faktor utama peningkatan biaya konstruksi karena secara umum proporsi baja yang digunakan dalam konstruksi adalah kurang dari 20 %.

Perdebatan mengenai cost effectively antara material baja dan beton tetap saja berlangsung, mereka memiliki argumentasi masing-masing.

WAKTU PELAKSANAAN
Beton :

Khusus untuk beton yang dicor ditempat (cast in place), waktu pelaksanaan konstruksi relatif lebih panjang, mulai dari pembuatan peracah dan acuan beton/bekisting, pemberian tulangan, pengecoran dan perawatan beton memerlukan waktu yang cukup panjang sampai umur beton yang cukup tercapai untuk dapat dilakukan pembongkaran perancah/steger. Beberapa bahan aditif bisa ditambahkan untuk mempercepat proses pengeringan beton.

Tetapi dewasa ini, permasalahan ini ditanggulagi dengan adanya metode beton precast, dimana pengecoran beton bisa dilakukan ditempat lain secara simultan dengan persiapan pada lokasi akhirnya sehingga waktu dari keseluruhan proses konstruksi bisa dikurangi, pada saatnya beton yang sudah dicetak tersebut ditransportasikan ke lokasi akhirnya.

Baja :

Dilihat dari waktu pelaksanaan, pihak “pembela” bahan baja mengklaim bahwa struktur baja adalah ” pilihan masa depan”, dengan system pabrikasi off site mereka mengklaim bahwa waktu dan mutu bisa dijamin lebih terkendali. Waktu konstruksi on site bisa dikurangi sehingga biaya bisa konstruksi bisa ditekan. Pendetailan elemen2 struktur baja dapat direncanakan dengan lebih presisi, apalagi dengan kemajuan sarana pendukungnya seperti software dan mesin-mesin pabrikasi.

FLEKSIBILITAS DESIGN
Beton :

Mengingat sifat beton yang mudah dibentuk, berbagai tampilan sesuai selera dan seni dapat dipenuhi. Berbagai bentuk struktur bangunan beton bisa mengakomodasi keinginan para arsitek, sehingga banyak dijumpai sruktur gedung atau bangunan lain dengan nilai estetis yang sangat tinggi.

Dengan design yang baik, kebutuhan pemanfaatan space yang terbatas juga dapat diakomodasi dengan penggunaan struktur beton, contohnya perencanan oleh structural engineer yang inovatif, bisa mengurangi dan mengoptimalkan dimensi elemen struktur seperti balok, kolom maupun pelat. Struktur dengan bentang-bentang panjang masih bisa dibuat dengan material beton tanpa harus mengambil banyak ruang untuk elemen struktur tersebut ,

Contoh-contoh penggunaan material beton pada struktur jembatan panjang, terowongan, gedung tinggi dengan flat slab, bahkan sampai perkerasan jalan (perkerasan kaku) bisa dibuat dengan material beton yang sangat fleksibel dibentuk.

Baja :

Material baja memiliki nilai rasio perbandingan kekuatan terhadap berat yang paling tinggi diantara material konstruksi saat ini, sehingga memungkinkan dibuat struktur yang sangat ramping dan ringan.Banyak struktur dengan panjang bentang ,atau tinggi yang ekstrim bisa dibuat dengan bahan baja.

Dilihat dari fleksibilitas bentuk struktur yang dihasilkan, material baja memang relatif lebih sulit untuk dibentuk, namun bagi kalangan arsitek tampilan material baja dengan keunggulan kekuatan dan finishingnya yang beragam bisa dijadikan suatu karya seni yang fenomenal, menara-menara pencakar langit ataupun jembatan baja dengan rangka atau kabel merupakan suatu karya yang menakjubkan.

Penelitian dan teknologi kedua jenis material ini berjalan terus tanpa henti, bahkan bisa dikatakan bahwa perkembangan mengenai ilmu dan teknologi kedua jenis bahan ini baru saja dimulai, berbagai inovasi dan variasi berkembang terus dan barangkali tidak akan pernah berhenti. ambil contoh pada teknologi beton dengan inovasi beton mutu tinggi, beton kedap air, beton ringan, dan lain-lain. Demikian juga halnya dengan baja, berbagai teknologi semakin maju dan bervariasi misalnya penggunaan baja struktur mutu tinggi, kabel kabel prategang, sampai baja ringan yang mulai sangat populer menggantikan material lain seperti kayu bahkan beton.

Jadi pertanyaan “mana yang lebih baik” diantara keduanya tentu tidak relevan untuk diajukan. Masing-masing memiliki kekurangan dan keunggulan, bahkan sering kali keduanya digunakan secara bersamaan/dikombinasikan untuk saling melengkapi, menutupi kekurangan yang lain untuk memperoleh keunggulannya saja sehingga didapat struktur yang optimal dari berbagai aspek pertimbangan.

Keputusan pemilihan bahannya diserahkan kembali pada para pengguna, arsitek, structural engineer, pemerintah dan semua yang terlibat didalamnya.

Konstruksi Hybrid Jembatan Gärtnerplatz

Konstruksi Hybrid Jembatan Gärtnerplatz




Jembatan Gärtnerplatz di Kassel-Jerman merupakan aplikasi Ultra High Performance Concrete (UHPC) hasil penelitian dan pengembangan selama satu dasawarsa dibidang UHPC di University of Kassel. Research grant tahun 2008 dari Konrad Adenauer Foundation (Jerman) yang berhasil diperoleh penulis, mengantarkan penulis untuk mendapatkan kesempatan melakukan penelitian dibidang UHPC di University of Kassel. Penulis bekerja sebagai peneliti tamu di Institute of Structural Engineering dengan Prof. Dr.-Ing, E. Fehling sebagai direktur bidang struktur beton.

Salah satu milestone setelah 10 tahun penelitian dan pengembangan dibidang UHPC adalah digunakannya UHPC pada jembatan pejalan kaki Gärtnerplatz di Kassel yang melintasi sungai Fulda sepanjang 133 m. Pilar jembatan dibagi dalam 6 bentang : 19,2 – 24,0 – 21,0 – 36,0 – 21,0 – 12,0 m dengan lebar jembatan 5,0 m. Jembatan Gärtnerplatz merupakan jembatan yang pertama kali nya di Jerman diijinkan dibangun dengan menggunakan UHPC, dan selesai dibangun pada bulan Juli 2007. Jerman termasuk negara yang belum memasukkan UHPC dalam standard perencanaan untuk beton (DIN 1045), maka untuk penggunaan UHPC dalam konstruksi diperlukan ijin khusus untuk mengevaluasi kekuatan, keamanan dan durability UHPC. Team peneliti dari University of Kassel dibawah pimpinan Prof. Fehling dan Prof. Schmidt yang selama 10 tahun mengembangkan UHPC, dapat membuktikan dari hasil hasil penelitian mereka selama ini bahwa UHPC memenuhi syarat keamanan dan layak untuk dipakai pada jembatan ini.

Apakah Ultra High Performance Concrete ?

UHPC merupakan produk dari material konstruksi High Tech, yang memungkinkan dihasilkannya beton dengan kekuatan sangat tinggi, dimana kuat tekan beton menyamai kekuatan baja, yaitu dapat mencapai 200 – 250 N/mm² (MPa). Sebagai perbandingan di Indonesia kuat tekan beton yang dipakai sampai saat ini maksimum 70 N/mm², dan baja konstruksi mempunyai kekuatan 240 N/mm² . Adapun kata Ultra Performance lebih cocok digunakan daripada kata Ultra Strength, karena UHPC selain memberikan kekuatan jauh lebih tinggi daripada beton normal, ternyata memberikan performance yang jauh lebih baik seperti perlindungan terhadap bahaya korosi pada tulangan, ketahanan abrasi terhadap zat zat kimia yang berbahaya dan durability daripada beton normal.

Disebut High – Tech karena desain campuran UHPC adalah berbasis Teknologi Nano dimana harus diperhatikan penggunaan partikel partikel UHPC yang mempunyai ukuran dalam rentang ukuran nanometer disingkat nm (submikrokopis). Satu nanometer adalah sepermilliard meter. Melalui teknologi nano ini akan diperoleh material beton yang sangat padat, dimana pori pori dari beton lebih kecil daripada ukuran kapiler, yaitu berada dalam ukuran 0,002 µm atau sebesar 2 nm. Praktis akan diperoleh material dengan susunan struktur yang homogen.

Tingginya kekuatan beton yang dihasilkan dari suatu mix design UHPC dipengaruhi oleh beberapa hal pokok:

Rendahnya perbandingan air dan semen yang digunakan, yaitu lebih rendah dari 0,25. Penggunaan semen dengan bahan tambahan dari kelompok bahan mineral seperti mikro silika. Agregat halus : pasir dengan diameter 0,125 – 0,50 mm Partikel sangat halus yaitu tepung quarz. Superplastisizer.
Dalam campuran UHPC ditambahkan serat baja ataupun serat polypropylene agar UHPC dapat mencapai daktilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan yang bersifat tiba tiba.

Karena kekuatannya sangat tinggi penggunaan UHPC memungkinkan dihasilkannya struktur beton yang ringan dan ramping, yang berarti dapat menghemat sumber daya alam dan enerji. Ringannya berat sendiri struktur memungkinkan dicapainya bentang struktur yang lebih lebar dan bertambahnya tingginya bangunan. UHPC merupakan beton yang sangat padat sehingga dapat melindungi tulangan baja terhadap bahaya korosi, sehingga menjamin durability struktur.

Jembatan Gärtnerplatz

Jembatan Gärtnerplatz yang dibangun melintasi sungai Fulda di Kassel praktis adalah realisasi dari hasil penelitian UHPC di University of Kassel selama 10 tahun, yang menggunakan hasil pengembangan desain campuran UHPC dengan nama M1Q, M2Q. Bahan bahan material yang digunakan untuk campuran UHPC dapat diperoleh secara lokal. Desain campuran M1Q dan M2Q dibantu dengan curing pemanasan pada suhu 90° C selama 48 jam akan menghasilkan kuat tekan beton rata rata sebesar 195 N/mm².



Gambar 2: Jembatan Gärtnerplatz (Kassel – Jerman)


Jembatan sepanjang 132 m ini direncanakan untuk menggantikan jembatan kayu, tanpa harus mengganti pondasi dan pilar yang sudah ada. Untuk itu perlu desain struktur yang berat sendirinya tidak melebihi struktur jembatan kayu.

Struktur jembatan disebut sebagai konstruksi hybrid karena terdiri dari struktur baja dan struktur UHPC. Struktur baja terdiri dari rangka batang 3 dimensi berbentuk segitiga terbuat dari pipa baja, yang dengan high tension bolt dihubungkan pada 2 balok menerus paralel terbuat dari UHPC sebagai Upper Chord dari badan jembatan.





Gambar 3: Tampak struktur jembatan dengan pipa baja sebagai struktur rangka dan dengan balok UHPC sebagai upper chord


Penampang balok UHPC ini sangat ramping berukuran 30 x 40 cm dengan panjang bentang segmen antara 12 m dan 36 m. Balok upper chord dibuat sebagai beton pracetak dilengkapi dengan kabel prategang unbonded St 1570/1770 . Keseluruhan enam segmen badan jembatan dibuat secara pre-pabrikasi untuk kemudian dikirim dan di montase di lokasi.




Gambar 4: Segmen rangka jembatan yang dikerjakan di workshop diangkut dengan trailer ke lokasi ( Sumber : Fehling)

Desain struktur jembatan adalah sebagai struktur menerus, antara segmen dihubungkan dengan menggunakan sistem sambungan penuh dengan High Tension Bolt.



Gambar 5 : Tampak sambungan rekatan pelat lantai UHPC dengan balok upper chord UHPC dan detail pertemuan batang diagonal rangka baja dengan upper chord UHPC.


Diatas 2 balok paralel upper chord diletakkan pelat untuk lantai jembatan dengan lebar 5,0 m dan panjang segmen pelat 2,0 m. Pelat terbuat dari UHPC sebagai beton pracetak dengan sistem pretension. Tebal pelat lantai 12 cm pada bagian tengah dan 8 cm pada bagian tepi , sehingga dapat diperoleh kemiringan lantai yang diperlukan. Dengan perbandingan tebal pelat terhadap lebar jembatan sebesar 1/40 tergolong sebagai struktur pelat yang tipis. Untuk pemasangan pelat pracetak diatas upper chord tidaklah digunakan sambungan mekanis, tapi pelat ini direkatkan pada balok upperchord dengan mengunakan pasta epoxy (2-K-Epoxidharz Sikadur 30) .




Gambar 6: Pekerjaan untuk merekatkan lantai Jembatan diatas upper chord, dengan menggunakan epoxy (Sumber : Fehling)


Setelah pemasangan pelat lantai selesai, maka kabel prategang yang terdapat pada kedua balok upper chord ditarik dan diangkur sebagai unbonded prategang. Melalui sambungan rekatan epoxy gaya prategang pada upper chord akan tersalurkan pada pelat lantai. Dengan demikian pada jembatan Gärtnerplatz untuk pertama kalinya di dunia digunakan sistem rekatan dengan menggunakan epoxy untuk menyambung elemen2 struktur beton secara permanen.

Penggunaan UHPC dan baja yang bersama sama membentuk struktur hybrid, selain memberikan effek estetika sebagai jembatan pejalan kaki yang ringan dan ramping, juga membawa keuntungan ekonomis, bahwa strukur jembatan tersebu tidak memerlukan pondasi dan pilar baru.

Keberhasilan pembangunan jembatan Gärnerplatzt memperlihatkan keberhasilan Link and Match antara industri dan universitas, dimana hasil hasil penelitian bertahun-tahun di universitas dapat diaplikasikan pada dunia industri. Atas kebrhasilan ini, pemerintah memberikan penghargaan ”Deutschland Land der Ideen 2007” yang merupakan penghargaan atas kreatifitas dan imajinasi bagi para peneliti dan profesional di University of Kassel.

Melalui kerja sama dengan Prof. Fehling dan Prof. Schmidt sebagai nara sumber, maka akan dilakukan juga penelitian dan pengembangan UHPC di Teknik Sipil UPH, dengan menggunakan material material lokal yang ada, agar UHPC dapat juga digunakan di Indonesia sebagai bahan konstruksi yang handal

Inilah 10 Bangunan Terindah di Dunia

Inilah 10 Bangunan Terindah di Dunia
Jika kita mendengar kalimat “daftar gedung-gedung terindah di dunia”, biasanya yang terpikirkan adalah Taj Mahal, Menara Eiffel, dan setidaknya salah satu dari bangunan karya arsitek ternama Frank Gehry. Kendati demikian, sebenarnya masih banyak bangunan-bangunan lain yang juga tak kalah mengagumkan. Anggota dan redaktur situs pariwisata VirtualTourist.com telah menghimpun daftar “Sepuluh Gedung dan Bangunan Terindah di Dunia”. Berikut daftar tersebut seperti dilansir Reuters:

1. Mezquita de Cordoba, Kordoba, Spanyol



Mezquita atau Masjid C0rdoba adalah katedral yang dahulu kala merupakan sebuah masjid. Penyelesaian pembangunan kompleks katedral membutuhkan waktu lebih dari dua abad. Pilar melengkung dengan warna belang-belang, mosaik yang memesona, dan lajur-lajur yang tak berujung pangkal dan terbuat dari batu akik dan marmer adalah beberapa alasan mengapa kita wajib singgah ke tempat ini.

2. Hoover Dam, Black Canyon, Sungai Colorado, Amerika Serikat (AS)



Bendungan yang membatasi negara bagian Arizona dan Nevada ini adalah sebuah keajaiban dari arsitektur modern. Bangunan ini terkenal dengan desain art deco-nya yang indah dan menekankan kesederhanaan. Tak hanya penampilan luarnya, bagian dalam bangunan ini pun sangat indah. Pasalnya, lantai berbahan marmer teraso dan bercorak Indian itu sangat sayang untuk dilewatkan.

3. Shwedagon Pagoda, Yangon, Myanmar





Tradisi menyumbangkan emas untuk pagoda di abad ke-15 silam memang membuahkan hasil yang memuaskan. Dihiasi ribuan berlian dan batu delima, bagian luar mahakarya seni yang satu ini tak mungkin terkalahkan. Terkecuali oleh desain bagian dalamnya dengan langit-langit yang sangat bagus dan hiasan barang peninggalan kuno Buddha.

4. Majolica House, Wina, Austria



Diskripsi yang tepat untuk gedung yang satu ini adalah aneh, mencolok, dan benar-benar mengagumkan. Diciptakan oleh Otto Wagner, Majolica House adalah salah satu karya agung terbaik dari gerakan seni Art Nouveau.

5. Opera de Arame, Curitiba, Parana, Brasil



Tak seperti bangunan teater pada umumnya, Opera de Arame dikelilingi oleh tiang-tiang baja dan sangat transparan. Teater ini juga sering menjadi tempat diadakannya beberapa pertunjukan drama penting di negara itu. Meski sangat indah jika dikunjungi siang hari, bangunan ini bahkan lebih spektakuler dengan cahaya lampu-lampunya di malam hari.

6. 30 St. Mary Axe, London, Inggris



Gedung pencakar langit modern di Kota London, Inggris, ini berbentuk seperti peluru kendali atau mentimun. Disaat sebagian orang mengejek desainnya yang aneh, sebagian lagi terkesima oleh keasliannya. Dengan ukuran tiga kali lebih tinggi dari Air Terjun Niagara, bangunan yang juga disebut The Gherkin ini bukanlah tempat yang tepat bagi mereka yang takut akan ketinggian.

7. Jantar Mantar, Jaipur, Rajasthan, India



Planetarium dari abad ke-17 ini berperan penting untuk meramalkan peristiwa astronomi maupun meteorologi di daerah tersebut. Lokasi yang paling mengagumkan adalah alat penunjuk waktu dgn bantuan mataharinya atau disebut juga dengan Samrat Yantra.

8. Golden Pavilion, Kyoto, Pulau Honshu, Jepang



Efek dramatis dari dedaunan berwarna emas di sekitar bangunan ini direfleksikan oleh air kolam yang mengelilingi paviliun. Maka dari itulah kolam ini pantas disebut Kolam Cermin. Meski cukup “cerah”, bangunan yang satu ini memberikan suasana yang amat tentram.

9. Wiblingen Abbey Library, Ulm, Provinsi Baden-Wurttemberg, Jerman



Kemegahan dan kemewahan bangunan bergaya seni Rococo ini berada dalam kategori “Anda harus melihatnya dulu baru bisa percaya”. Bahkan para kritikus pun mengakui kekagumannya atas perpustakaan yang tenang namun “semarak” ini.

10. TWA Flight Center, Bandar Udara John F. Kennedy, Queens, New York, AS




Terminal bandara yang bergaya futuristik karya Eero Saarinen ini sangat rapi dan mengingatkan kita pada film kartun The Jetsons. Tempat ini juga melambangkan gemerlap kemewahan perjalanan udara Amerika masa lampau. TWA Flight Center masuk dalam salah satu lokasi pengambilan film arahan Steven Spielberg berjudul Catch Me if You Can.(AND)